Judul Buku : Gerbang Trinil
Penulis : Riawani Elyta (@RiawaniElyta) dan Syila Fatar (@liy_amalia)
Penerbit : Moka Media (@mokabuku)
Tahun Terbit : 2014
Tebal : vi + 296 hlm; 12,7 x 19 cm
ISBN : 979-795-874-4
Harga : Rp 69.000
Sinopsis:
Ia datang untuk mengungkap masa lalu.
Areta bukanlah gadis biasa.
Ia terobsesi pada fosil manusia purba Pithecanthropus erectus hingga suatu hari ia menemukan bahwa manusia purba itu belum punah.
Hanya untuk menemukan …
Penyelidikan Areta membawanya ke Trinil, Jawa Timur. Ia berusaha mencari kebenaran dan mengungkap rahasia yang disimpan neneknya. Namun rasa ingi tahu justru membawanya pada petualangan yang paling berbahaya.
Bahwa mereka datang untuk menghancurkan masa depan.
Bangsa Pithe bukan hanya kembali ke bumi. Mereka datang dengan misi untuk menguasai bumi dan menciptakan generasi baru di bumi, meski untuk itu manusia harus tersingkir dan punah.
Areta tak punya pilihan lain kecuali berjuang mati-matian. Karena sekarang, ini bukan hanya tentang nyawanya.
Ini tentang masa depan planet bumi.
Kebanyakan teknologi hanya sebagai pelengkap, sehingga tidak terlalu rumit. Penulisannya juga mengalir dan mudah dicerna. Di sini juga Areta, sebagai tokoh utama, bisa menjadi pusat dan bukan pelengkap tokoh pria, seperti kebanyakan Young Adult Fiction, bahkan adegan cinta juga sangat minim.
Sayang, Trinil tidak dieksplor terlalu jauh di sini, padahal aku berharap bisa kenal Trinil lebih dalam. Ternyata setting kebanyakan berlatar di pesawat Pithe.
Walaupun ada yang masih kurang sreg sama endingnya. Di satu sisi, aku suka endingnya, karena sesuai dengan harapanku. Di sisi lain, entah kenapa rasanya kurang nendang, agak kecewa dengan ending yang seperti itu. Tapi, endingnya bagus sih xD
Jadi, buat kalian yang suka dengan sejarah Indonesia terutama tentang tulang belulang, science-fiction, penculikan oleh alien, ancaman depopulasi dari alien, manusia purba yang ingin mengambil kembali apa yang pernah dimilikinya, atau penasaran dengan novelnya, baca aja, Gerbang Trinil!
Quote :
“…hanya kau yang pantas membawa benih ini. kau mencintai tulang belulang kami yang sudah membatu. Kau tidak akan memusnahkan kami.”(Hal. 175)
“…mereka sudah jauh lebih baik dari saat aku pergi. Bahkan mereka lupa apa aku pernah terlahir ke dunia ini. Yah, harta memang membuat manusia kerap lupa pada masa lalunya. Tapi bagiku tak masalah. Yang penting mereka bahagia.”(Hal. 226)
Leave a Reply