Judul Buku : The Chronicles of Ghazi #1 (The Rise of Ottoman)
Pengarang : Sayf Muhammad Isa dan Felix Y. Siauw
Penerbit : AlFatih Press
Tempat terbit : Jakarta
Tahun terbit : November 2014
Halaman : 305 halaman
Harga : Rp64.900,00
ISBN : 978 – 602 – 17997 – 6 – 5
Sinopsis The Chronicles of Ghazi #1 (The Rise of Ottoman)
Di satu belahan bumi, lahir seorang lelaki yang kelak akan menjadi pemimpin terbaik kaum Muslim. Di belahan bumi yang lain, lahir pula lelaki yang akan menjadi salah satu manusia terkejam dalam sejarah.
Muhammad II Al-Fatih dan Vlad III Dracula menjadi wakil dari pertarungan haq dan bathil. Antara Kesultanan Usmani dan Kerajaan Eropa Timur, dan takdir mereka sudah digariskan untuk berbenturan sejak kelahirannya. Dan ini adalah kisah mereka.
Resensi The Chronicles of Ghazi #1 (The Rise of Ottoman)
Novel yang memiliki judul asli The Chronicles of Ghazi, Perseteruan Hidup-Mati Dracula & Muhammad Al-Fatih ini ditulis oleh Ust. Felix Y. Siauw dan Sayf Muhammad Isa. Novel ini adalah novel sejarah Islam. Disebut novel karena menggunakan bahasa yang mengalir dan indah layaknya
novel. Tapi, semua yang diceritakan di sini nyata dan berdasarkan data sejarah yang akurat.
Karena ini merupakan novel sejarah, kejadian di dalamnya tidak bisa direkayasa. Kita tidak bisa menginginkan pasukan Utsmani terus menang di setiap pertempuran dan Sultan mampu mengalahkan semua musuhnya, itu tidak bisa. Semuanya diceritakan sesuai dengan sejarah yang ada, ketika kaum Muslimin kalah, maka akan diceritakan kalah, ketika Sultan syahid, maka akan diceritakan sebagaimana mestinya. Hal ini membuatku selalu gugup membaca lembar demi lembar, apalagi di bagian pertarungan, ketika pedang dengan schimitar beradu, apakah pasukan Muslimin akan menang atau kalah, itu salah satu daya tarik novel ini.
Novel seri #1 ini belum menceritakan peperangan Muhammad II Al-Fatih dan Vlad III Dracula, karena masih menceritakan latar belakang perseteruan keduanya, termasuk bagaimana ‘kelakuan’ dari keturunan kedua orang ini. Tepatnya ketika masa-masa perluasan wilayah Utsmani ke Bosnia, Serbia dan Bulgaria, dilanjutkan peperangan pasukan Utsmani mempertahankan Oryahovo dan Nicopolis. Penaklukkan Rovine dan Oryahovo menunjukkan betapa keji pasukan salib. Saat sudah kalah, tentara Muslim sudah berguguran, mereka masih saja ingin membunuh. Dan puncaknya, anak-anak dan wanita tidak bersalah yang berlindung pun jadi korban kebengisan mereka, tanpa kenal ampun dan tanpa alasan jelas, mereka membunuh mereka semua, anak-anak dan wanita tidak bersalah, bahkan ketika merengek minta belas kasihan, pasukan salib tidak menghiraukan dan terus membunuh, menghancurkan semua yang ada di kota sampai rata dengan tanah. Selain itu, akhlak buruk pasukan salib juga terlihat saat pengepungan Nicopolis, selama pengepungan, di tenda-tenda yang mereka lakukan cuma berpesta, mabuk-mabukkan, dan berbuat zina. Dan juga, terlihat keangkuhan dari masing-masing pasukan dari pasukan salib yang membuat mereka sering mengalami kekalahan, rapat penyerangan sering berakhir dengan tidak adanya kesepakatan, bahkan Perancis sering meninggalkan rapat terlebih dahulu dan menyerang Utsmani tanpa dikomando.
Banyak yang bertanya, “Mengapa Islam harus disiarkan dengan pedang, dengan kekerasan?” Islam tidak ingin adanya kekerasan, Islam cinta damai. Islam hanya ingin membinasakan kekufuran di dunia ini dan menaungi dunia dengan panji Islam. Para pemimpin Muslim selalu mengirim surat kepada pemimpin kafir, dan tidak langsung mengumuman perang, ini salah satu isi dari surat yang dikirimkan ke Bulgaria,
“Dengan menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla. Dari Murad, khalifah orang beriman, kepada Ivan Alexander, Kaisar Bulgaria. Aku bermaksud mengajakmu untuk bersama-sama berpegang teguh pada kalimat yang kukuh, yang tidak akan ada perselisihan di antara kita. Yaitu kalimat tauhid, tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah, Tuhan penyeru sekalian alam. Dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah sebagaimana Isa AS telah diutus juga oleh-Nya.
Aku menyeru kepadamu, masuklah kau ke Islam, pasti kau akan selamat di dunia dan akhirat. Kehidupanmu akan mudah dan berkah. Tapi kalau kau menolak, kau diwajibkan membayar jizyah setiap tahun. Jangan dulu kau buruk sangka, Islam mengatur bahwa jizyah hanya diambil dari laki-laki dan orang-orang mampu, bukan dari anak-anak, perempuan dan orang-orang miskin. Dengan bernaung di bawah penerapan syariat Islam, kesejahteraanmu akan dijamin dan keamananmu akan terjamin pula. Kau tidak akan dipaksa untuk memeluk islam dan tidak akan dianiaya secuil pun.
Tapi kalau pilihan kedua ini pun kau tolak, tandanya kau telah menghalangi sampainya seruan Islam kepada rakyatmu, dan Allah mengajarkan bahwa aku harus menghancurkan penghalang itu dengan memerangimu dan pasukanmu …”
Lihat, kan? Islam awalnya mengajak para pemimpin kafir untuk membuat wilayahnya bernaung dalam Islam. Tidak ada paksaan, termasuk dalam masuk Islam. Bahkan, yang membayar jizyah pun hanya orang-orang mampu, kalau tidak, maka tidak ada paksaan pula. Tapi, kalau mereka menolak membuat kekuasaan bernaung dalam Islam, pilihan terakhir adalah perang.
Dan saat perang pun, Islam tidak menebar kehancuran. Mereka cuma memerangi orang-orang yang menghalangi jalan menuju Islam, Muslimin tidak membunuh orang-orang yang tidak ikut berperang. Bahkan ketika sudah ditaklukkan, Islam tidak membunuh mereka, malah melindungi. Ambillah contoh Oryahovo, daerah di bawah kekuasaan kristendom yang telah diambil alih Khalifah Utsmani. Sebelum islam datang, banyak penduduk yang miskin dan kelaparan karena ditindas pemerintah. Tapi setelah islam mengambil alih, semuanya berubah. Mereka menjadi lebih bahagia, tak dipaksa sedikitpun untuk memeluk islam.
Bahkan ketika pasukan salib hendak merebut kembali daerah kekuasaannya, ketika laki-laki muslim yang bisa menggunakan senjata wajib berperang, Dogan Bey (Amir/pemimpin islam di daerah itu) menawarkan kepada seluruh non-muslim bahwa jizyah mereka akan dibayarkan tak kurang sedikit pun dan mereka boleh pergi dari situ (tidak wajib ikut perang).
Tetapi mereka semua turut berperang bersama umat muslim. Semuanya karena salah satu pendeta, Peter, dia sudah merasakan bagaimana keadilan Islam. Dia merasakan bagaimana dia pasrah ketika penaklukkan Islam, bayangan pembantaian anak-anak dan wanita sudah ada di benaknya saat pasukan Utsmani menjajaki kota, tapi hal lain yang berbeda terjadi. Mereka tidak diganggu, tidak ada dipaksa memeluk Islam, gereja-gereja tidak dirusak, anak-anak dan wanita dilindungi, para pendeta tetap dimuliakan, bahkan bagi yang ingin keluar dari kota, tidak ada yang melarang. Itu berbeda dengan pasukan salib, pendeta Peter mengatakan bahwa pasukan salib berperang bukan karena tuhan, mereka membantai orang-orang tak berdaya (perempuan dan anak-anak), kristus tak pernah mengajarkan begitu. Itu sebabnya Peter ingin ikut memerangi mereka, karena merekapun sudah menyalahi ajaran agama mereka.
Di novel seri #1 ini, banyak peperangan yang melibatkan Sultan Usmani yang luar biasa, Beyazid. Beliau putra dari Murad I (Sultan ketiga Utsmani) yang syahid di padang Kosovo. akan ada juga pemimpin Muslim lain yang tidak kalah luar biasanya, seperti Dogan Bey dan Hamed Bey.
Soal pertempuran, akan terjadi keberanian dan ketangguhan para pemimpin Muslim di medan perang. Mereka sangat keras terhadap musuh, namun begitu lembut hatinya. Di novel ini sangat jelas dingin dan sepinya padang-padang yang basah itu. Ringkihan kuda dan gema takbir yang membahana, gumpalan awan yang menurunkan gerimis tipis, angin yang menerbangkan debu yang lembab. Padang-padang, sungai, hutan, dan tembok Nicopolis yang menjadi saksi pertempuran antara haq dan bathil.
Jadi, novel ini sangat kurekomendasikan buat dibaca, banyak hal yang bisa dipetik dari sejarah. Bagi mereka yang ingin tau sejarah Islam, mereka yang masih meanggap Islam adalah ‘kekerasan’, dan bagi non-muslim yang ingin tau kebenaran sejarah dari Islam, silahkan baca novel ini. Kalian nantinya bukan hanya tau sejarah, tapi juga akan bisa merasakan Islam yang sesungguhnya.
“Kami datang untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama manusia, menuju penyembahan hanya kepada Allah, Tuhannya manusia. Dan hanya kepada Allah saja. Kami datang untuk mengubah penindasan manusia menjadi keadilan Islam.” (Rabi’ah Ibn Amir, ketika menghadap Kaisar Persia untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah)
Leave a Reply