http://www.businessofsoccer.com/wp-content/uploads/2013/06/Manchester-United-Logo-Full-HD-Wallpaper.jpgKemarin pas blogwalking, ada postingan yang ngebahas soal Chelsea, tepatnya ngebahas asal mula dia suka Chelsea. Tepat banget waktunya, karena Chelsea baru aja nyabet gelar BPL musim ini. Selamat ye 😛

Disini aku gak bakal bahas soal Chelsea, tapi ngebahas asal mula kecintaanku pada suatu klub yang juga besar di BPL, klub itu adalah Manchester United.

Klub favoritku sejauh ini Manchester United, pertandingan pertama mereka yang kutonton adalah  Final Liga Champion, sekaligus pertandingan terakhir kiper legenda MU di Liga Champion, E. Van Der Sar. Di pertandingan itu MU dibantai 3-1 sama Barcelona, tapi entah kenapa aku tetap suka dengan MU, bukan dengan Barcelona.

Sejak itu, aku mulai mengikuti perkembangan MU, aku juga mencari sejarah tentang mereka. Walau baru beberapa tahun ngefans dengan MU, aku sudah melewati banyak cobaan. Terutama setelah Oppa Fergie alias Sir Alex Ferguson pension saat MU mendapatkan gelar BPL ke-21nya. Waktu dilatih Dayid Moyes, MU dalam masa terpuruk, jarang ada pertandingan mengesankan, banyak hujatan. Tapi, aku tidak ikut menghujat. Aku mengikuti perkembangan dan mengkritik, tidak menghujat dan mengutuk, apalagi sampai berhenti ngefans. Karena, kalau hanya suka dengan tim yang selalu menang, itu Karbit namanya, dan kalau menghujat saat tim kalah tapi sombong saat menang, itu sodaraan sama Karbit.

Dan sekarang, di Masa Louis Van Gaal, MU mulai kembali ke jati diri, menjadi sebuah tim besar, walaupun akhir-akhir ini kembali goyah sih. Tapi, aku tetap mendukung. Mendukung di sini bukan berarti aku mendewakan MU, mau kalah atau menang, terus saja berpikiran MU paling hebat, tidak begitu. Aku berpesta seperlunya saat mereka menang, namun juga tidak menghujat sepenuhnya ketika kalah, yang biasa-biasa aja lah. Toh, kita juga fans layar kaca kan?

Selain MU, untuk Timnas, selain Timnas Indonesia, aku mengidolakan Timnas Spanyol. Awalnya aku suka dengan Spanyol ketika Torres mencetak gol satu-satunya di partai Final Euro melawan Jerman. Waktu itu aku juga fans sama Torres. Dan sampai sekarang, idolaku tetap Spanyol, walaupun performa mereka sudah banyak menurun, mungkin karena taktik ‘Tiki Taka’ mereka sudah terbaca musuh.

Oh iya, walaupun aku suka dengan MU dan Spanyol, jangan kaget kalau pas main PES, aku gak milih mereka sebagai tim. Kalau klub, aku lebih suka Real Madrid, dan kalau Timnas, aku lebih milih Inggris.

Kenapa Real Madrid? Awalnya, karena yang punya laptop buat main PES itu temenku, dan kebetulan dia juga fans MU, jadinya aku harus ngalah, akhirnya kucoba pakai Madrid. Eh, ternyata lumayan juga, dan keterusan deh sampai sekarang.

Kalau Inggris kupilih, karena pas aku main PES 2013, waktu itu belum ada Full Version, aku masin main yang Demo. Waktu itu Cuma ada Inggris, Italia, dan Brazil kalau gak salah. Aku coba-coba deh ketiganya, dan ternyata yang paling bisa kumainkan itu Inggris, jadi deh tiap main aku milih Inggris.