Asterix dan Obelix merupakan salah satu komik Perancis terpopuler di dunia. Sejak pertama kali diterbitkan pada tanggal 29 Oktober 1959, dua sekawan ini telah terbit dalam 37 buku, diterjemahkan dalam 100 bahasa, diadaptasi pada 14 film, 15 permainan, 40 video game, bahkan satu theme park. Di tahun lalu, hadir film baru dari komik ini berjudul Astrix: Le Secret de la Potion Magique. Film internasionalnya berjudul Asterix: The Magic of The Secret Potion dan di Indonesia rilis pada bulan Agustus 2019.
Film ini menceritakan Getafix, satu-satunya dukun (druid) Galia yang mengetahui resep dari ramuan yang menjadi sumber kekuatan pasukan Galia, jatuh dari pohon. Salah satu aturan druid adalah tidak boleh jatuh dari pohon. Getafix yang sangat mematuhi aturan berpikir untuk mengakhiri karirnya sebagai druid. Sebelum pensiun, ia ingin mencari penerus sebagai pembuat ramuan sakti bangsa Galia. Seperti biasa, petualangan diikuti oleh Asterix sebagai pimpinan pasukan dan sahabat setianya, Obelix.
Pencarian druid muda tidak berjalan mulus. Demonix, druid jahat yang menyimpan dendam pada Getafix mengetahui tentang pencarian seterunya dan ingin mengambil resep tersebut. Ia bersekutu dengan Romawi yang merupakan musuh Galia. Berhasilkah Getafix menemukan penerusnya sebelum Demonix?
Beberapa film Asterix sebelumnya tidak ‘ramah anak’ namun sepertinya kali ini pembuat film menyasar kalangan anak. Ini terlihat dari animasi yang penuh warna dan berbagai metafora pada setiap adegannya.
Sayangnya tidak ada yang spesial dari film ini. Beberapa lelucon mungkin bisa dinikmati oleh orang dewasa tapi tidak bagiku. Entah apa yang membuat bapak-bapak di kursi bawah tertawa terbahak di beberapa adegan yang menurutku tidak lucu. Petualangan Stu dan adu mulut Hobbs dan Shaw menurutku lebih mampu membuat tertawa dari tingkah lalu Asterix dan bangsa Galia.
Jalan cerita juga berjalan seperti biasa. Tidak ada hal menarik bahkan mudah ditebak. Akhir dari film pun sedikit menyimpan tanda tanya walaupun bisa diperkirakan apa yang terjadi. Aku sempat mengira akan ada sedikit pesan feminisme, namun sepertinya tidak.
Kalau memang diperuntukkan bagi anak-anak, animasinya berhasil memukau dengan berbagai warna dan keindahan. Tapi film ini hanya sebatas hal itu. Anak-anak yang menonton tidak ada yang tertawa apalagi mengikuti cerita. Entah apa yang membuat film ini bisa mendapatkan US$ 7 juta hanya dari 5 hari penayangannya di Perancis. Apakah selera humor kita berbeda dengan bule di menara Eiffel?
Leave a Reply