Puisi Sapardi dipadu di Manado Solo sampai UI juga Jepang ditambah hujan bulan juni bahkan ada Monita dengan Memulai Kembali. Ah, bagiku pribadi, film ini melebihi ekspektasi.
Pingkan (Velove Vexia), dosen muda Sastra Jepang Universitas Indonesia, mendapat kesempatan belajar ke Jepang selama 2 tahun. Sarwono (Adipati Dolken) nelangsa mendengar kabar ditinggal Pingkan, yang selama ini hampir tidak pernah lepas dari sampingnya.
Sarwono ditugaskan Kaprodinya untuk presentasi kerjasama ke Universitas Sam Ratulangi Manado. Sarwono pun membawa Pingkan sebagai guide-nya selama di Manado. Pingkan bertemu keluarga besar almarhum ayahnya yang Manado. Ia mulai dipojokkan oleh pertanyaan tentang hubungannya dengan Sarwono. Apalagi kalau bukan masalah perbedaan yang di mata mereka sangat besar. Bukannya Pingkan (dan Sarwono) tidak menyadarinya. Mereka sudah terlanjur nyaman menetap bertahun-tahun di dalam ruangan kedap suara bernama kasih sayang…
Apakah ini akan jadi perjalanan perpisahan mereka? (Sinopsis dari Cinema 21)
Daya tarik pertama dari film ini tentu saja puisi dari penyair senior Sapardi Djoko Damono (ini kalau Adipati dan Velove dikeluarkan dari daftar daya tarik). Kebanyakan puisi dibacakan oleh Pingkan karena yang membuat adalah Sarwono, walaupun ada juga puisi yang langsung dibacakan oleh Sarwono.
Chemistry Pingkan dan Sarwono yang sangat terasa membuktikan kepiawaian akting dari Adipati dan Velove. Baim Wong yang memerankan Benny, sepupu angkat Pingkan yang juga suka dengannya, mampu mengundang gelak tawa penonton karena perilaku konyolnya. Sapardi juga turut ambil bagian dalam peran di film ini. Walaupun hanya sebagai cameo, tapi peran beliau cukup penting.
Selain dimanjakan oleh puisi Sapardi, pemandangan Manado mendominasi di awal sampai pertengahan film. Penonton dimanjakan oleh keindahan Bukit Kelong Tomohon, Danau Linow, Bukit Kasih Kanonang Patung Tuhan Yesus di Citra Land hingga Pantai Likupang. Di penghujung film, digantikan oleh Jepang dengan sakuranya. Latar lainnya adalah UI, terutama perpustakaannya dan ada juga Solo. Di beberapa scene terlihat rintik-rintik di genangan air, ini membuat aura ‘hujan’ begitu terasa.
Untuk pengiring musik, selain ‘Hujan Bulan Juni’ yang liriknya diambil dari puisi berjudul sama, ada Monita Tahalea dengan ‘Memulai Kembali’nya juga menemani penonton. Single yang ada di album Dandelion ini rilis akhir tahun 2015, sempat kaget ada lagu ini karena kebetulan sekali ini adalah salah satu lagu favoritku. Alunan musiknya sangat menenangkan apalagi ditambah suara Monita yang syahdu.
Bagi pecinta sastra sangat disarankan menonton film ini, apalagi yang sudah membaca novel Hujan Bulan Juni ataupun kumpulan puisinya. Kalian bisa membandingkan visualisasi tentang karya Sapardi ini dengan yang ada di kepala Reni Nurcahyo Hestu Saputra selaku sutradara. Dan bagi yang bukan pecinta sastra, wajib nonton dan rasakan nikmatnya sebuah puisi.
Novel Hujan Bulan Juni sendiri sebenarnya adalah trilogi. Buku keduanya berjudul ‘Pingkan Melipat Jarak’ rilis bertepatan dengan ulang tahun ke-77 Sapardi. Jadi, apakah film ini juga akan dibuat trilogi?
Leave a Reply