Esensi WFH untuk Menangkal Corona

Saat pertama kali Corona ramai diperbincangkan di Wuhan, Indonesia bergeming. Jarang sekali terlihat reaksi yang penasaran, takut, apalagi membantu para warga di negeri Tiongkok tersebut. Para netizen tanah air justru menghujat bahkan ada yang menanggap ini hukuman bagi mereka. Mental netizen yang masih terpengaruh politik masih saja merasuk sampai sekarang. “Persatuan” kedua kubu tetap saja tidak mampu menyembuhkan sakit netizen yang keburu patah hati.

Saat Corona mulai menyentuh luar Tiongkok, Indonesia pun masih bergeming. Bukan hanya rakyat, pemerintah pun seakan bangga dan ke arah sombong. Indonesia tidak mendengar berbagai peringatan yang sudah diturunkan Tuhan. Para pemuka agama malah menyuruh untuk terus memohon pada Tuhan dan mendahului Tuhan mengklaim hal yang belum tentu itu yang diinginkan Tuhan. Siapa kamu berani mengklaim apa yang diinginkan Tuhan?

Sekarang Corona sudah sampai ke Indonesia. Sebelum sampai ke sini, beberapa negara tetangga sudah lebih dahulu berperang melawan. Italia menjadi salah satu negara yang akhirnya harus lockdown ketika Korea Selatan berhasil memerangi virus ini tanpa kebijakan yang membatasi kegiatan warganya. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Sudah ada korban sembuh memang, tapi yang meninggal juga ada. Kasus pun sampai saat ini masih terus bertambah, walaupun belum ada tanda-tanda melonjak tajam seperti Italia. Kuharap jangan sampai kejadian di Italia terjadi di negara tercinta.

Semua orang pasti mengharapkan hal yang sama. Tidak ada yang ingin penyakit apapun melanda negerinya, apalagi saudara, terkhusus lagi dirinya sendiri. Tapi, apa aktivitasnya mendukung harapannya? Apakah Indonesia memang benar-benar ingin sembuh dari Corona atau sekadar berdoa tapi tidak mau berusaha?

Pemerintah sudah menghimbau mengenai social distancing measure. Tidak bepergian dan berada di kerumunan menjadi hal penting yang harus dilakukan untuk menghindari penyebaran virus ini. Literatur tentang penyebaran dan cara pencegahan sudah tersebar dimana-mana, entah yang hoax atau yang benar-benar teruji bertebaran, silahkan dipilih sendiri. Tidak mungkin seseorang tidak terpapar mengenai cara pencegahan virus ini. Sekarang, pilihannya ada di kita.

Work from Home (WFH) menjadi istilah yang sedang ramai. Banyak kantor yang menerapkan kebijakan ini untuk menghindari penyebaran virus ini. Tapi, efektifkah?

Mari kita mulai dari sisi pekerja.

Banyak yang mengartikan WFH dengan liburan. Ini tentu hal yang berbeda! Esensi dari WFH adalah tetap bekerja namun dilakukan di tempat tinggal masing-masing. Ingat, tempat tinggal bukan kampung halaman. Untuk apa? Tentu saja untuk memutus rantai penyebaran Corona. Pekerjaan yang dilakukan di rumah masing-masing artinya si pekerja tidak berinteraksi dengan yang lain. Kalau para pekerja malah berlibur ketika mendapatkan WFH, apa bedanya dengan bekerja di kantor? Penyebaran ini terus berjalan.

Dari sisi pemberi kerja.

Pemberi kerja harus paham dengan penyebaran Corona ini. Masa inkubasi virus adalah 14 hari. Ini artinya perlu waktu 14 hari untuk bisa mengetahui apakah seseorang tertular virus ini atau tidak. WFH pun seharusnya dilakukan paling tidak selama waktu tersebut untuk masing-masing orang. Apa gunanya WFH tapi dilakukan seminggu atau bahkan selang seling tiap hari seperti puasa daud? Esensi dari WFH tidak tercapai apabila virus tetap menular di lingkungan kerja.

Ego dari pekerja dan juga pemahaman penyebaran virus dari pemberi kerja harus benar-benar diterapkan agar penyebaran virus ini bisa ditekan dengan maksimal. Tidak usah kita berbicara mengenai kesiapan tenaga medis di Indonesia, rakyat bisa menilai sendiri bagaimana persiapan kita. Sekarang adalah waktunya untuk bekerjasama.

Pekerja (dan pelajar) yang mendapatkan WFH diharapkan benar-benar melakukan pekerjaan dari rumah, bukannya liburan. Banyak hal produktif yang bisa dilakukan sekalipun ada di rumah. Pemberi kerja diharapkan memberikan WFH dengan mempertimbangkan proses penyebaran virus agar esensi WFH tercapai.