Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Muhadjir Effendy, baru-baru ini mengeluarkan wacana tentang pendidikan berkaitan dengan jam belajar – atau tepatnya jam berada di sekolah – untuk jenjang SD dan SMP, yaitu ‘Full Day School’ yang kalau diartikan adalah sekolah seharian. Beliau ingin jam sekolah disamakan dengan jam kerja, jadi ketika para murid pulang, orangtua mereka sudah pulang juga, tidak ada murid yang keluyuran di luar jam sekolah karena orangtua sibuk. Ditambah lagi, nantinya hari sekolah hanya sampai Jumat, sama seperti hari kerja, ini tentu membuat anak punya banyak waktu dengan orangtuanya. Itu alasan Bapak Muhadjir mengeluarkan wacana ini. Jadi, seandainya wacana ini benar-benar realisasi, maka di sekolah akan terjadi 2 hal:
1. Makan siang
Sudah pasti para murid akan makan siang di sekolah. Orangtua tentu harus memberi uang jajan lebih kepada anak untuk makan siang, tentu anak jadi harus membawa banyak uang ke sekolah, belum lagi apabila mereka juga harus sarapan di sekolah. Bagaimana dengan bekal? Bapak Muhadjir melihat kepada murid yang orangtuanya pegawai, tentu pegawai sibuk, walaupun ada yang bisa menyiapkan sarapan atau bekal, tentu tidak sedikit yang bahkan tidak sempat membangunkan anaknya karena sudah berangkat duluan.
Bagi sekolah dengan kantin, hal ini tentu tidak masalah, bagi sekolah di pedesaan yang bahkan tidak ada warung, bagaimana murid makan siang? Haruskah sekolah menyiapkan makan siang? Bagaimana juga bagi siswa yang kurang mampu dan untuk makan tiga kali sehari saja susah, dimana mereka harus makan di siang hari?
Semoga saja Bapak Muhadjir sudah memikirkan tentang makan siang matang-matang, lebih bagus lagi apabila ternyata setelah wacana ini terealisasi, pemerintah memberikan makan siang gratis untuk seluruh SD dan SMP yang menerapkan ‘Full Day School’.
2. Stress
Ada yang mengatakan Kurikulum Indonesia salah satu yang paling berat. Ini baru dengan jam belajar biasa. Apabila ditambah sampai pukul 5 sore, yakin para murid tidak tambah stress? Kalau dengan jam belajar biasa sudah ada seabreg tugas, bagaimana apabila sampai sore? Waktu sore yang bisa mereka gunakan untuk mengerjakan tugas malah jadi waktu belajar. Di bayangan Bapak Muhadjir, saat pulang ke rumah yang berbarengan dengan waktu pulang orangtua mereka, maka nantinya saat di rumah, anak dan orangtua bisa saling bercengkrama. Nyatanya, anak pulang dengan beban tugas seabreg. Belum lagi dengan jadwal les yang semuanya harus dialihkan jadwalnya ke malam hari karena sekolah sehari penuh. Dan, walaupun libur selama dua hari, tetap saja tidak bisa dinikmati karena mereka harus mengerjakan tugas yang tidak bisa dilaksanakan pada hari biasa karena kesibukan sekolah dan les. Akhirnya, adakah waktu untuk anak bercengkrama dengan orangtua apabila wacana ini terealisasi?
Tapi, apabila wacana ini diikuti dengan penghapusan tugas dan PR, tentu semuanya akan sangat berbeda. Sepertinya. Semoga Bapak Muhadjir juga memikirkan tentang hal ini.
Ketika Bapak Anies Baswedan menginginkan orangtua mengantar anaknya berangkat sekolah, apalagi di hari pertama sekolah, Bapak Muhadjir Effendy menginginkan sesuatu yang lebih. Beliau ingin anak dan orangtua bisa pulang dari rutinitas masing-masing di waktu yang sama.