Sebelum menonton akhir cerita dari pertarungan Avenger dengan Thanos, DC Extended Universe di awal April mengeluarkan sebuah film tentang Captain Marvel. Ya, jauh sebelum Brie Larson dengan Mar-Vell hadir dengan Captain Marvel, DC memiliki Captain Marvel versi mereka. Seiring berjalannya waktu, karakter ini memiliki nama baru, yaitu Shazam!
Film ini bercerita tentang Billy Batson yang terpilih menjadi ‘Juara’ oleh penyihir Shazam. Semuanya berlangsung menyenangkan pada awalnya sampai Dr. Sivana, ilmuwan yang dulu gagal terpilih, mencari sang juara untuk mengambil kekuatannya.
Suasana Kelam
DCEU ingin membuat gebrakan dengan memasukkan keceriaan di film terbarunya, tapi kegelapan sepertinya masih enggan meninggalkan franchise ini. Terkenal karena suasana kelamnya, film Shazam dibuka dengan nuansa yang sama ketika memperkenalkan sang villain, Dr. Sivana. Walau dipenuhi anak-anak pada paruh selanjutnya, suasana kelam masih terasa karena sang tokoh utama, Billy Batson, kehilangan makna dari keluarga. Keceriaan mulai ketika Shazam hadir. Zachary Levi berhasil memerankan seorang anak-anak yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa. Ketika dalam bentuk Shazam, karakter Billy Batson masih terasa sehingga kita tidak melihatnya sebagai orang yang berbeda meskipun dalam bentuk fisik yang lain. Mengenai suasana, kegelapan masih sangat terasa di sini. DCEU sepertinya memang tidak serta merta langsung bisa membuat filmnya seceria Marvel, walaupun Shazam membuat sebuah gebrakan. Lontaran komedinya beberapa kali berhasil membuat gelak tawa walaupun tidak sebanding dengan suasana kelam. Ya, film ini bukan panggung komedi seperti Thor: Ragnarok. Digadang-gadang sebagai penggebrak DCEU yang terkenal dengan kekelamannya, menurutku Shazam pun masih terperangkap dengan hal itu. Ia terlalu banyak mengisi daya ponsel sehingga bukannya menyalakan lampu, malah membuatnya gelap.
Makna Keluarga
Billy Batson yang mencari ibunya di sini membuatnya mengabaikan semua orang. Ia hanya fokus mencari beliau sampai lupa bahwa sebenarnya ia sudah ada di rumah. Aku juga teringat dengan iklan Gojek yang ditayangkan di bioskop. Apakah ada yang memperhatikan kisah seorang anak yang harus terpisah dengan ibunya setelah Tsunami Aceh? Cerita Billy Batson mirip seperti itu. Mary sempat melontarkan pentingnya seorang keluarga ketika Billy dalam bentuk Shazam, tapi sepertinya itu hanya angin lalu dan tidak berarti apa-apa baginya. Pikirannya baru terbuka ketika ia bertemu dengan ibu kandungnya.
Fokus ke Anak-Anak
Film ini bercerita tentang Billy Batson yang mendapatkan kekuatan dari penyihir. Billy adalah anak-anak sehingga fokus dari film Shazam adalah mereka. Selain Dr. Sivana, para orang dewasa di film ini hanya berfungsi sebagai pelengkap dan tidak diceritakan tentang asal-usulnya. Konfik yang terjadi antara Billy dan Freedy pun hanya sebatas masalah anak kecil. Masalah yang bisa selesai dengan sendirinya. Andai Dr. Sivana tidak ada, film ini tentu akan kebingungan menambah durasi atau memaksakan ending.
Tanpa Kesan
Setiap mendengarkan “Everything I Need” yang menjadi Ost. Aquaman, keindahan bawah laut selalu terbayang. Penggambaran ‘dunia’ di Shazam tidak meninggalkan bekas apa-apa. Kehadiran gua Shazam pun biasa saja. ‘Jualan’ yang coba dijajakan selama promosi filmnya pun – komedi – tidak ada yang spesial. Kekelaman yang memerangkap Shazam belum mampu mengeluarkan film ini dari stigma kelam DCEU. Komedi-komedi seperti hadir di tengah perangkap itu.
Di beberapa bagian memang kalian akan tertawa lepas, di bagian lain kalian akan terharu dengan mengingat keluarga, tapi sisanya, kekelaman DCEU seperti biasanya yang kalian dapatkan. Bagi yang ingin menghabiskan akhir pekan sambil menunggu Avenger: End Game, mungkin Shazam bisa menjadi pilihan. Apabila membawa anak-anak Dumbo juga bisa menjadi film yang menarik.
Leave a Reply