“Aduh, kalau aku gini gimana ya?”
“Kalau aku gitu, bakal diketawain gak ya?”
“Dia marah gak ya kalau aku ngomong itu?”
Harus seperti ini atau diam aja ya?”
Pernah memikirkan hal-hal seperti itu di kepala kalian atau ada yang curhat berkata demikian? Kondisi ini disebut sebagai FOPO atau Fear of Other People Opinion. FOPO merupakan kondisi ketika kita takut akan pendapat orang lain terhadap suatu hal. Bahasa lainnya insecure.
FOPO di satu sisi bisa menjadi pemicu untuk memberikan yang terbaik terhadap suatu hal. Namun kalau hal ini terjadi terus menerus dan malah membuat kita menjadi enggan melakukan sesuatu, maka harus ditanggapi dengan serius. Menghindari sesuatu dengan tidak melakukan hal tersebut membuat kita tidak bisa bergerak ke depan. Berhenti di tempat memandangi benteng yang kita buat sendiri.
Kenapa Bisa Terjadi FOPO?
Psikolog UGM, T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog mengatakan fenomena ini mulai marak terjadi di tanah air setelah era media sosial. Semakin terbukanya segala hal membuat makin banyaknya komentar yang kita dapatkan ketika melontarkan sesuatu, terutama di dunia maya.
FOPO sebenarnya merupakan kondisi psikologis yang sudah ada sejak dahulu. Nenek moyang kita melakukan sesuatu dengan hati-hati untuk mendapatkan pengakuan sosial. Ini dapat terjadi karena saat masih hidup dalam suku-suku kecil, suatu tanggung jawab – misal saja perburuan – diembankan kepada seseorang, maka nasib satu suku berada di pundak orang tersebut. Kegagalan yang terjadi pada perburuan akan berakibat fatal pada keberlangsungan hidup suatu suku.
Saat ini walaupun sudah tidak dalam suku-suku, naluri alamiah manusia masih ingin berkelompok, mulai dari lingkarang keluarga sampai persahabatan. Pola pikir kuno mengenai keinginan diakui dan ketakutan melakukan kesalahan menciptakan FOPO di masa kini. Ditambah dengan media sosial yang disebutkan psikolog di atas, makin mudah bagi kita untuk mengetahui pendapat orang lain. Di sisi lain sosial media juga membawa ketakutan ini ke arah yang mengerikan, kita takut akan pendapat orang yang hanya melihat secuil diri kita. Termasuk pendapat orang yang bahkan tidak pernah kita kenal.
Bagaimana Mengatasi FOPO
Menurut Novi, pendidikan dan rumah memegang peranan penting dalam mengatasi pola pikir FOPO ini. Orang tua di rumah dapat mengajari anaknya untuk dapat lebih percaya diri, misalnya dengan apresiasi setiap kegiatan yang dia lakukan, bukannya mempertanyakan setiap tingkah lakunya dengan nada mengejek atau malah melarang melakukan sesuatu.
Di segi pendidikan, guru-guru di sekolah dapat mulai dengan memberikan kebebasan murid untuk bertanya. Beberapa guru merasa lebih pintar dari murid dan di kelas mencoba untuk membuktikan hal itu, akibatnya kadang rasa ingin tahu siswa dalam bentuk pertanyaan atau perdebatan berakhir dengan bibit-bibit FOPO. Akibatnya murid tidak ingin bertanya lagi di kelas.
Lalu kalau sudah dewasa, apa yang bisa kita lakukan? Psikolog UGM, Smita Dinakaramani, S.Psi., M.Psi., Psikolog., mengatakan tidak mungkin kita menyukai orang sepenuhnya, bahkan kita pasti memiliki sesuatu yang tidak disukai dari orang-orang terdekat. Ini tentu berlaku buat orang lain untuk kita. Artinya, hal apapun yang kita lakukan pasti akan tentu akan ada kemungkinan tidak disukai.
Pola pikir ini bisa menjadi jalan untuk menghancurkan benteng yang kita buat sendiri, yaitu FOPO. Sadar bahwa segala kemungkinan buruk yang ada di kepala memang mungkin terjadi. Tapi harus sadar pula mungkin saja itu tidak terjadi. Lagipula, kalau tidak benar-benar dilakukan, respon apapun tidak akan terjadi.
Tidak mungkin semua orang suka kita dan kita tidak bisa mengatur hal tersebut. Jadi daripada berfokus kepada hal yang tidak bisa dikontrol, lebih baik untuk fokus ke diri sendiri. FOPO baik untuk merencakan kegiatan terbaik untuk kita. Tapi FOPO bukan sebuah benteng yang membuat kita tidak bisa melangkah maju, FOPO malah merupakan sebuah arah agar kita bisa menjadi lebih baik dalam setiap langkah yang diambil.
Warga Indonesia pernah dihebohkan Fear of Missing Out (FOMO) yang membuat orang-orang ketakutan ketinggalan sesuatu, baik itu suatu informasi atau barang. Sekarang adalagi FOPO yang sama-sama F-nya adalah fear atau takut. Takut adalah hal wajar, tapi menjadi tidak wajar ketika ketakutan ini mengganggu aktivitas sehari-hari. Yuk mulai sadar akan jenis-jenis ketakutan ini dan cari tahu cara untuk mengatasinya.
Leave a Reply