Saat Kuroko baru pulang dari sekolah, ia melihat secarik kertas di atas meja belajar, dahinya mengernyit ketika membuka isinya,
***
Hai, bagaimana kabarmu? Kuharap kau baik-baik saja. Semoga keadaanmu seceria saat kita bersama dulu.
Apa kau ingat siapa aku, atau kau sudah lupa? Kuyakin banyak benda sepertiku yang sudah kau pakai, dan sangat kecil kemungkinan kau ingat siapa aku.
Tapi, kalaupun kau tidak ingat, aku akan selalu ingat, bahkan walau sudah lama sekali, aku masih ingat.
Kau ingat siapa yang menemanimu saat membuat puisi cinta pada Sakura, ah, maaf aku mengungkit soalnya lagi. Atau, saat kau membuat konsep karya ilmiah tentang baterai kulit pisang, kau menang kan waktu itu, selamat ya. Dan apa kau ingat, siapa yang ikut menjawab soal OSP di Asrama Haji waktu itu, walaupun kau tidak menang, setidaknya kau bisa tertawa di sana 🙂
Kau masih bingung siapa aku? Baguslah kalau begitu, kau tidak perlu ingat siapa aku.
Aku di sini cuma mau bilang terima kasih padamu, terima kasih atas semuanya. Kau memperlakukanku dengan sangat baik, teman-temanku di sini mengatakan mereka tidak pernah dirawat sebaik aku. Selalu ditempatkan di tempat bagus, tidak pernah terinjak-injak, bahkan selalu rapi, waktu itu aku yakin aku sangat spesial bagimu, dan aku tidak ingin kehilanganmu. Tiap hari aku selalu berdoa kepada Tuhan agar tidak dipisahkan padamu, bahkan ketika aku mulai terbatuk-batuk atau bahkan seluruh isiku terkuras habis, aku tetap ingin bersamamu, setidaknya ragaku bisa bersamamu walaupun tidak lagi bisa membantumu.
Tapi, hari itu, tiba-tiba aku terbangun di tempat ini. Gelap dan bau. Aku tidak tau berada dimana. Aku mencarimu kemana-mana, tapi tidak ketemu, aku kehilangan dirimu. Aku kehilangan orang satu-satunya yang merawat dan memanjakanku, tempat dimana aku merasa lebih dari sekedar diriku.
Aku sudah tau semuanya tentangmu, mulai dari siapa kau dan bagaimana cara kau menangis, dimana tidak ada satupun yang tau rupa air matamu. Itu membuatku mengira kita tidak akan berpisah, selamanya. Tapi, aku baru sadar, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan.
Aku yakin kau tidak setega ini membuangku. Atau, memang aku yang ke-GR-an, aku cuma sebuah alat, aku bukan siapa-siapa. Mungkin saja kau mengasuh semua benda sepertiku. Tapi, sampai sekarang aku masih berbaik sangka, mungkin waktu itu ada orang jahat yang ingin memisahkan kita.
Yah, walaupun begitu, aku tetap merasa kehilangan. Aku masih tidak bisa merelakan kalau aku tidak bisa lagi menodai kertas-kertasmu dengan penuh tinta dan kasih sayang. Dan sampai sekarang, aku masih ingin merasakan hangatnya genggaman tanganmu. Aku selalu merasa nyaman tiap kau genggam, dan aku waktu itu yakin, kalau kau juga merasa hal yang sama ketika menggenggamku, walaupun kau tidak pernah mengungkapnya, aku bisa merasakannya.
Sepertinya cuma itu yang bisa kusampaikan padamu, tidak usah mencariku dan berpikir bagaimana kertas ini bisa ada di meja belajarmu, salam untuk pulpenmu yang baru, semoga nasibnya tidak akan sama denganku.
Terima Kasih, Kuroko! 😀
P
***
“Sebenarnya memang aku yang membuangmu, di tempat sampah itu, tepat saat hari menjombloku dimulai,” air di mata Kuroko mulai memenuhi bendungannya selesai membaca kertas itu, “dan itu karena kau adalah pulpen hadiah ulang tahun dari mantanku,” akhirnya bendungan Kuroko pecah, kertas tadi sudah remuk setelah digenggamnya sangat keras, kemudian kertas itu dibuangnya ke tempat sampah, “maaf, aku tidak ingin lagi mengingat masa laluku, termasuk kau, Prisca.”
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Best Article Blogger Energy”