Penulis: Andrea Hirata
Penyunting: Imam Risdiyanto
ISBN: 9786022914099
Halaman: 410
Cetakan: Pertama- Agustus 2017
Penerbit: Bentang Pustaka
Sebagai novel dengan penulisan terlama, Sirkus Pohon memang karya Andrea Hirata yang sangat menarik layaknya sirkus. Bagi yang sudah menunggu karya ke-10 Andrea, tidak ada yang perlu dipertimbangkan untuk membaca Sirkus Pohon, tapi bagi yang sekadar mencari bacaan, novel ini bisa menjadi pilihan. Kenapa?
Setelah membaca kata pertama, disempurnakan menjadi kalimat lalu rangkum satu bab, dijamin hidup tidak akan tenang sampai membaca bab selanjutnya. Apalagi kalau satu babak sudah selesai, ketika sudah diberi banyak potongan untuk menyelesaikan sebuah puzzle, maka akan makin semangat agar puzzle cepat selesai.
Seperti karya-karya sebelumnya, rasa Melayu apalagi Belitong sangat kental di sini. “Boi” dan “Ojeh” menjadi dua kata yang dijamin akan terngiang-ngiang bahkan mungkin keceplosan dikatakan setelah membaca novel ini. Hal yang berbeda adalah banyaknya ‘makhluk hidup’ yang dilibatkan. Ketika Tetralogi Laskar Pelangi, Dwilogi Padang Bulan, dan Ayah hanya berkutat pada manusia, Sirkus Pohon memasukkan Pohon ke dalam cerita. Bahkan salah satu tokoh utama bisa berbicara dengan tanaman dan hewan. Romansa burung kutilang pun turut hadir.
Membaca karya-karya Andrea itu seperti menyusun puzzle level easy, tidak sulit walaupun potongannya kecil-kecil. Tapi potongan kecil dan mudahnya menyusun itulah yang membuat pembaca tidak akan tenang sebelum menyelesaikannya, apalagi dengan kejutan setiap satu bagian mulai terlihat.
Kisah cinta Tara dan Tegar dijamin bikin gemas. Andrea menunjukkan kisah cinta yang tidak ‘menye-menye’ tapi tetap mampu membuat berkata “So sweet…”. Bahkan romansa burung kutilang bisa dituturkan dengan sangat manis di sini.
Soal sirkus, Sobrinudin membukakan mata tentang sisi lain dari hal ini. Ia menyadarkan bahwa dibalik gemerlap gempita sirkus, ada berbagai teladan yang bisa diambil. Setiap pemainnya punya lebih dari sekadar ingin menghibur penonton.
Soal pohon, delima menjadi yang beruntung menjadi pohon terpilih di novel ini. Banyak pohon yang disebut tapi delima lebih dari sekadar ‘disebut’. Riset Andrea sampai ke Tahiti membuktikan betapa seriusnya ia terhadap pohon yang satu ini.
Akhirnya, Sirkus Pohon ini bukan sekadar Sirkus dengan Sobrinudin beserta Pohon Delima. Ada cinta Tara dan Tegar, burung kutilang, dan Taripol. Bukan cuma mereka, Andrea juga memasukkan unsur politik dengan menghadirkan pemilihan kepala desa. Sentilan tentang politik berhasil diramu sehingga nyaman disantap bahkan dengan lahap.
Paling terakhir, Sirkus Pohon punya twist yang tidak ada di karya Andrea Hirata yang lain. Andrea membebaskan kita memulai puzzle darimana, bahkan sebenarnya menyusunnya pun tidak hanya satu kombinasi. Sirkus Pohon menampilkan pertunjukkan yang membebaskan penonton menikmati dengan sebebas-bebasnya. Tapi di bab terakhir, ketika potongan tersisa sedikit, barulah gambar benar-benar mulai terlihat. Ketika dua kata terakhir selesai dibaca, bagaimana pun cara kita menyusunnya, Sirkus Pohon menutup pertunjukkan dengan tepuk tangan meriah.