Andrea Hirata selalu berhasil membuat pembaca cepat-cepat ingin menyelesaikan bukunya. Kosa kata yang berada di tiap cerita beliau selalu mengalir dan bahkan tidak sadar sudah sampai halaman terakhir. Puas dan tidak pernah kecewa dengan hasil karya seorang Andrea Hirata. Saat melihat postingan Guru Aini, aku langsung bergegas memesan buku satu ini.
Matematika adalah hal yang menjadi momok bagi kebanyakan siswa di Indonesia, ini hal nyata yang pasti diamini banyak siswa. Bukan hanya siswa, warga yang sudah dewasa dan berkeluarga pasti menyetujui pernyataan tersebut. Matematika? Ah, hitung menghitung menyusahkan tapi tidak pernah bisa melepaskan diri dari kehidupan.
Guru Aini merupakan prekuel dari Orang-Orang Biasa. Aku bukan seorang pengingat ulung, hanya segelintir cerita yang bisa kuingat dari beragam buku yang kubaca. Andrea Hirata berhasil membuatku mengingat bagaimana cerita dari Orang-Orang Biasa. Bukan dengan menyebutkan secara gamblang apalagi menyajikan kembali cerita layaknya di kisah yang ditulis Dilan, tapi dengan menyinggung berbagai hal yang berhubungan dengan mereka.
Kedua novel ini berhubungan erat layaknya ikatan keluarga, karena memang tokoh utama keduanya adalah keluarga. Bukan, bukan tokoh utama tapi penggerak utama. Orang-Orang Biasa punya Dinah yang miskin dan buta matematika tapi ingin menyekolahkan anaknya – Aini – yang ingin masuk Fakultas Kedokteran (FK). Ia bersama Rombongan 9 plus 1, ketambahan Debut Awaludin, menyusun rencana pembobolan bank masa kini. Guru Aini berkisah tentang Aini yang awalnya mewarisi penyakit anti-matematika dari sang ibu lalu berjuang menjadi kampiun matematika dan pejuang FK.
Orang-Orang Biasa tidak banyak berfokus pada keluarga Dinah, persahabatan Rombongan 9 yang begitu digali disini. Cerita mengenai sekolah tidak terlalu disinggung karena memang kisah ini berfokus pada kisah kriminal pembobolan bank. Cerita dengan berbagai kisah menarik, kisah kriminal unik yang bisa jadi inspirasi buat kisah detektif Sherlock Holmes atau Agatha Christie. Tinggal menambah kisah pembunuhan saja.
Guru Aini bisa dibilang pelengkap dari kisah dari Orang-Orang Biasa. Rombongan 9 memang tidak diceritakan mendalam, tapi kisah seorang Aini yang tiba-tiba bisa menjadi kampiun matematika begitu menarik diikuti. Andrea Hirata mempertajam isu tentang bagaimana sulitnya pendidikan yang sudah dibangun di Orang-Orang biasa di novel ini.
Para guru, bukan cuma mata pelajaran matematika, bisa menjadikan novel ini panduan untuk mengajar murid. Kegigihan seorang Guru Desi untuk bisa mengajari Aini yang sama sekali tidak ada harapan bisa jadi guide untuk mengajar. Di tengah berbagai masalah pendidikan yang ada, novel ini bisa menjadi cahaya terang bagi para guru untuk bersikap. Bukan menggurui, Andrea Hirata memberikan gambaran yang terjadi lalu memberikan pilihan kepada para guru. Tidak ada paksaan perilaku yang harus dilakukan pada novel ini. Semuanya diserahkan apakah ingin mengikuti jejak Guru Desi, Guru Laila, Kepala Sekolah, atau Guru lain.
Andrea Hirata sepertinya begitu menyukai Debut Awaludin. Di Orang-Orang Biasa, kiprahnya begitu meyakinkan dan bisa dibilang menjadi salah satu orang penting yang begitu dielu-elukan. Di Guru Aini, walaupun kisah perjuangan Aini begitu spektakuler, Debut seakan bisa dengan mudah menjadi yang lebih hebat. Bahkan skenario kehebatannya mirip dengan Orang-Orang Biasa, mengejutkan di akhir. Bila di Orang-Orang Biasa, kiprahnya memang sesuai dengan tujuan cerita dan berdampak. Tapi di Guru Aini, haruskah hal tersebut disampaikan? Ataukah ini merupakan kejadian ‘pesanan’ seorang Debut agar tetap terlihat mengesankan?
Entah apakah seorang seperti Guru Desi masih ada di dunia kini, pun murid layaknya Aini patut didoakan agar selalu merasuk di jiwa para peserta didik. Guru Aini patut dibaca oleh berbagai lapisan masyarakat baik yang masih duduk di bangku sekolah atau yang sudah nyaman rebahan di bangku yang bisa diputar-putar.
Leave a Reply