“Cuma segini orangnya?” tanyaku saat datang ke Nipures, lapangan futsal satu-satunya di Marabahan.
“Wawan sama Abang katanya lagi otw,” jawab Lamak, dia melirik hpnya, “sudah jam empat nih.”
Aku turun dari sepeda motor, kulepas helm, kuambil sepatu futsalnya di jok, “Masuk aja, kita tungguin mereka sambil main,” kataku kemudian masuk ke dalam.
Saat kami mulai main beberapa menit, Wawan dan Abang datang. Akhirnya kami bertanding, empat lawan lima, timku hanya berempat.
“Ah, kurang orang nih,” gumamku saat menaruh bola di tengah lapangan, “tapi tetap optimis menang.”
“Biar aku yang nendang,” Citak yang menjadi kiper maju ke depan, aku mengangguk. Kesentuh sedikit bolanya, Citak berlari kecil menuju bola dan…
GOL!!!
Seisi interlock, terutama tim kami, riuh berteriak, baru saja kick off, Citak sudah mencetak melalui tendangan pertamanya, “Awal yang bagus,” gumamku.
Setelah gol Citak, walaupun dengan empat pemain, kami bisa mengimbangi permainan. Saat jam digital Nipures menunjukkan pukul 16.30, “Aku pindah deh,” Naja pindah ke tim kami. Akhirnya kami yang unggul jumlah kali ini. Naja pindah saat Wawan baru saja mencetak gol kesepuluh yang membuat kedudukan sama 10-10.
“Unggul jumlah pasti kami bisa membantai,” gumamku. Sayangnya dugaanku salah, karena terlena dengan jumlah pemain, tim kami keteteran. Aku lebih sering diam di depan menunggu di depan, pertahanan ketar-ketir, akhirnya skor menjadi 18-10. Kami tidak bisa mencetak gol sama sekali ketika bertambah pemain.
Pukul 16.50, “Aku istirahat,” kata Naja, dia ke pinggir lapangan. Sekarang empat lawan empat. Karena sudah kelelahan, ditambah berkurang lagi satu pemain, kami tidak bisa mengejar, malah kami tertinggal. Akhirnya sampai waktu habis, kami tetap tidak bisa menambah skor, dan malah kami kebobolan dua kali sehingga skor akhir 20-10.
“Perasaan kita lebih hebat pas berempat,” kataku pada Citak saat kami pulang. Citak mengangguk.
Leave a Reply