Euforia diterima sebagai mahasiswa salah satu PTK (Perguruan Tinggi Kedinasan) yang diminati ratusan ribu orang telah lewat. Berbagai pertimbangan dan kebimbangan memilih melanjutkan kemana juga sudah mendapatkan keputusan. Hari ini waktunya memantapkan tujuan. Ini hari Daftar Ulang Mahasiswa Baru Politeknik Keuangan Negara STAN 2016 (Daful Maba PKN STAN 2016).
Berbekal pengalaman saat Tes Kesehatan dan Kebugaran di Rawamangun, aku, ayah, dan om berangkat lebih pagi. Berangkat dini hari dari Bogor, kami sampai di gerbang depan PKN STAN sekitar setengah empat pagi. Ya, kalau tidak salah ingat sekitar itu atau mungkin pukul tiga.
Saat itu drama tentang nasib mahasiswa lama yang diusir dari kosan belum kuketahui. Tapi memang kos yang sudah kupesan belum bisa ditempati sehingga aku menginap di tempat nenek.
Ketika sampai di depan gerbang, sudah ada (beberapa) mobil terparkir di depan. Ada beberapa orangtua dan anak mereka yang berdiri di sana. Pakaianku dan anak beliau-beliau sama persis. Kemeja putih. Bawahan hitam. Pantofel. Ada yang berdasi dan sisanya tidak, termasuk aku.
“Katanya sudah ada yang di dalam,” celetuk salah seorang bapak.
“Iya, temenku udah di dalam katanya,” timpal sang anak.
Sepertinya yang lain mendiskusikan hal serupa. Paling tidak itu yang bisa kulihat di sepertiga malam terakhir. Sisanya mengecek kelengkapan berkas. Ketika melihat itu aku langsung membuka tas dan mengecek berkas.
“Sudah berataan lo, Rif?” (Sudah semua kan, Rif?) tanya Ayah. Selesai mengingat persyaratan dan melihat isi map, aku mengangguk.
Beberapa menit kemudian ayah terlibat perbincangan dengan orangtua anak lain. Aku pun ikut berkenalan dengan anak beliau. Laki-laki asal Palembang program studi Diploma Satu Kepabeanan dan Cukai (D1 BC).
Setelah melewati berbagai perbincangan untuk memaksa waktu bergerak terus dan pasukan yang terus menggempur ke gerbang depan, akhirnya penjaga membuka jalan. Tentu saja sempat ada negosiasi alot sebelum mengiyakan.
Gerbang ibarat garis start, setelah penghalang disingkirkan, entah darimana datang bunyi dor. Ini membuat kakiku langsung bereaksi. Bukan hanya aku, semua yang berseragam sama melakukan hal serupa. Jadi, gerbang dibuka kami lanagsung lari. Hari itu, belasan remaja dengan kemeja rapi dan pantofel lari di gelapnya malam. Fajar masih terlelap ketika kami bercucuran keringat. Mungkin ini rasanya lelah padahal sudah didekap dinginnya malam.