Tujuhbelas, banyak yang berbahagia di angka ini
Tembok masih kokoh, dan aku pergi. Pondasinya sudah kutinggalkan.
Entah sudah seberapa jauh jarak dengan tembok, hingga saat ini masih terlihat kokoh dan (tetap) angkuh.
Tapi ingat, ketika sampai tujuhbelas, hitungan mundur terus berjalan
Ada yang hidup dengan rencana, ada yang tak mengenal rencana, dan masih hidup. Ada yang menjadikan kebetulan sebagai rencana. Dan aku, tidak mendewakan rencana atau mengibliskan kebetulan.
Kali ini, aku berpapasan dengan kebetulan, tidak ada rencana. Satu-satunya rencana yang menemani sejauh ini hanya pergi menjauhi tembok.
Aku berpapasan, awalnya murni berpapasan, aku masih belum percaya dengan takdir, ia tertinggal di depan tembok dan tidak ada rencana untuk mengambilnya.
Ya, aku hanya berpapasan.