Tigapuluh, satu hari menjelang akhir. Tapi bagiku, akhirnya datang lebih cepat. Ini bukan karena dia menyerobot, bukan pula disebabkan berlari lebih cepat dari seharusnya. Nyatanya memang sekarang waktunya.
Aku kira memang di sisinya, ternyata fatamorgana.
Ketika mengedipkan mata, semua gersang. Jalanan yang kukira telah diseberangi malah melenceng. Bergegas kembali menuju jalan seharusnya, dari kejauhan dia samar-samar masih menatap arah yang sama.
Masih tigapuluh dan aku sudah kembali ke ujung jalan. Bukan ujung tempat dia menatap, ini ujung tempat matanya mengarahkan tatapan. Untungnya, dia masih di sana dengan tatapan yang sama.
Takdirku tercecer saat aku bergegas. Masih ada akhir yang benar-benar akhir sebelum berakhir, hari ini akan kucari takdir sampai dapat.
Leave a Reply