Suasana gelapnya malam menguar di ingatan. Kelelahan menanjak merayap ke dalam memori di otot. Suara derasnya hujan hari itu terasa begitu nyaring. Ah, tiba-tiba aku teringat dengan kenangan kala pertama menaiki bukit. Kala pertama dan sejauh ini baru satu-satunya ‘menaiki’ sesuatu dengan berjalan kaki layaknya para pendaki. Jauh sebelum hari itu, teringat bau AC suatu ruangan dengan berbagai barang pendaki.
Siapa yang Suka Nonton Film?
Berbicara mengenai pendakian, aku jadi teringat film 5 CM. Film yang diangkat dari novel ini membuatku memiliki semangat untuk bisa mendaki lagi. Sayangnya sampai sekarang belum kesampaian untuk melakukan hal tersebut. Sembari menunggu realisasi harapan, lebih baik perbanyak menonton film terutama karya anak bangsa agar isi layar bioskop tidak lagi horor ecek-ecek atau berbagai reborn yang tidak pernah benar-benar bangkit. Ada yang suka nonton film sepertiku?
Kenapa Nonton di Biskop?
Ketika menjadi mahasiswa, aku pernah menjadi scriptwriter project film jurusan. Terlibat langsung sebagai sutradara untuk film pendek kecil-kecilan bersama teman kos pun pernah. Pengalaman yang didapat membuatku sadar membuat film itu tidak gampang. Bukan hanya film, sebagai penulis pun aku tau membuat sebuah novel ataupun buku non fiksi tidak bisa dilakukan dalam semalam. Menulis karya tidak seperti menulis “Pudin love Luki” di dinding WC umum.
Inilah yang membuat sadar akan pentingnya menghargai suatu karya, termasuk film. Salah satu caranya dengan menonton secara legal, entah itu bioskop atau layanan streaming berbayar. Selain itu, sensasi yang didapat ketika menonton di bioskop jauh berbeda dengan menonton di laptop. Tempat dan situasi yang tidak bisa didapatkan ketika menonton di rumah.
Pakaian Andalan
Satu hal yang selalu kualami setiap mandi pagi adalah: BERSIN. Ya, ini menjadi awal dari tanda alergi dingin yang ada di tubuhku. Puncaknya adalah saat mencoba Snow World untuk pertama kalinya. Kala itu walau dengan jaket super tebal, baru masuk ke beberapa meter di dalam, tubuh tidak bisa kompromi. Nafasku sesak, bahkan makin lama terasa seperti tidak bisa bernafas. Aku menyerah dan langsung keluar setelah mengabadikan satu foto dengan lidah terjulur mencari udara.
Pengalaman ini membuatku menjadi jaket sebagai pakaian andalan ketika berada di bioskop yang sudah pasti dingin. Sebenarnya bukan hanya ketika di bioskop, setiap pergi, jaket adalah pakaian wajib. Tentunya pengendara sepeda motor tau kenapa harus jaket. Selain itu, di mall secara umum pun, tidak ada yang mempromosikan diri sebagai sauna, kan?
Pertama Kali ke Eiger
“Ayo besok belanja!’ ini kata yang kuingat dari ayah sehari sebelum ada di ruangan ini. Ruangan penuh barang-barang pendaki. Ruangan bertuliskan EIGER di depannya. Entah apa yang merasuki ayah saat memilih tempat ini. Beliau mengajak untuk memilih beberapa tas carrier. Aku menentukan pilihan kepada salah satu tas berwarna biru. Warna serasai dengan sepatu sport-ku.
Selain memilih tas, mataku tertuju kepada pakaian yang menarik. Jaket Eiger kelihatannya menarik. Desain menarik dengan model yang sangat keren. Ini pertama kalinya datang ke tempat ini dan sudah banyak barang bagus yang kulihat.
Berangkat!
Beberapa bulan kemudian, aku pergi ke tempat yang membuat cerita ini dimulai dengan barang-barang yang kubeli kala itu. Perjalanan hari itu menyusuri sungai dan waduk sebelum sampai ke hutan pinus. Dari hutan pinus kami terus berjalan menuju tempat yang lebih tinggi. Perjalanan berlangsung cukup lama karena kebanyakan masih amatir.
Sebelum menikmati indahnya ketinggian, pengalaman paling menyenangkan bagiku adalah ketika hujan deras. Berada di tempat curam dengan pepohonan di kiri kanan tanpa ada kehidupan dan tiba-tiba hujan. Tidak ada kepanikan, salut dengan pemandu yang mampu membuat kami tetap tenang walaupun basah kuyup. Bahkan sembari menunggu, kami sempat makan. Setelahnya, suasana sejuknya senja datang, lalu dilanjut kehadiran malam.
Leave a Reply