Bagi para pecinta Queen, lagu tersebut mungkin tidak asing lagi. Bukan cuma bagi penggemar, bagi keluarga, terutama anak, penggembar, lagu-lagu sang idola juga menjadi tidak asing. Itulah yang kurasakan.
Hari itu, lantunan lagu Bicycle Race milik Band Legendaris QUEEN terdengar sangat nyaring dari kamar ayah. Seperti biasa, beliau sedang mendengarkan radio. Ayah bukan seorang yang sangat menyukai musik, beliau lebih bahagia ketika mengajar dibandingkan saat lain. Tapi Queen adalah salah satu (dan kadangkala menjadi satu-satunya) band yang didengarkan ketika menyetel musik.
Tiap lagu punya memori. Bukan cuma bagi pencipta dan penyanyi, orang yang mendengarkan pun bisa jadi punya kenangan tersendiri terkait lagu tersebut. Entah terkait suasana ataupun hal sentimen lain. Begitupun lagu ini, ayah memiliki kenangan lucu bersama temannya. Cerita ini kutulis 2 Januari 2015, begini ceritanya
***
“Bro, nih liat gayaku!” dengan penuh percaya diri dia memamerkan berbagai gaya di atas sepeda layaknya atlit free style professional. Sepanjang jalan pulang sore itu, berbagai gaya dia praktikkan. Aku bingung, entah darimana ide kawan satu ini bergaya-gaya heboh di atas sepedanya.
Tingkah lucunya menyenangkan. Begitulah awalnya. Aku ikut menyemangati tiap kali gerakan puncak dia lakukan. Semuanya baik-baik saja di awal. Kalau diikutkan lomba, bisalah dia dapat poin yang lumayan. Tapi tiba-tiba
BRAK!
Mencoba sekali tidak mungkin langsung mahir. Ia bukan seorang profesional sehingga pertunjukkan free style sepeda ini harus diakhiri. Bukan berakhir dengan pesepeda yang turun dengan gagah di sepeda pun dengan ia merunduk tanda hormat. Pertunjukkan diakhiri dengan jatuhnya sang pesepeda. Tersungkur dan tak berdaya.
Bukan hanya jatuh biasa, memang tidak ada luka yang parah. Hanya lecet-lecet kecil. Tapi hal tersebut terjadi tepat ketika penonton sedang ramai. Kebanggan yang sudah di depan mata langsung lari terbirit-birit. Malu sekarang berada tepat di depannya. Terpampang nyata dan bergeming dari posisi.
***
Ayah selalu tertawa terbahak-bahak tiap mengingat kejadian itu. Bukan hanya ketika mendengarkan lagu, saat sedang bersepeda pun cerita ini sering terdengar. Apakah teman ayah sekarang menjadi seorang peseda profesional? Tentu tidak.
Ini hanya cerita masa lalu yang penuh kenangan. Tidak ada cerita menakjubkan yang membuat tokoh utama menjadi seorang superstar setelah dicemooh. Ia merasa bangga bisa beraksi di atas sepeda, jatuh di tengah banyaknya penonton. Malu. Apakah dia mencoba lagi di lain hari? Aku belum bertanya, tapi yang pasti dia sekarang bukan atlit sepeda.
Masa lalu itu menarik. Selagi masih muda, buatlah berbagai jenis memori. Lakukan semua hal yang ingin dilakukan. Tetap berada dalam batas tapi bukan berarti melakukan sesuatu dengan terbatas. Apalagi tidak mau bekerja keras. Jangan!
Ketika nanti tua, menjadi orangtua terutama. Berbagai memori bisa menjadi cerita nyata yang mudah untuk didongengkan. Semua anak pasti pernah mendengar kisah kancil mencuri mentimun atau buaya yang geram karena gagal memakannya. Tapi apakah ada yang pernah mendengarkan kisah orang jatuh dari sepeda? Tentu pernah.
Tapi cerita spesifik terkait siapa yang jatuh, bagaimana kesehariannya, bagaimana bau jalan pada hari itu, tentunya tidak bisa didapatkan dari sembarang orang. Penutur yang benar-benar ada di kejadian dan mengalami dari awal sampai akhir. Saksi ahli. Hanya saksi ahli yang bisa bercerita dengan presisi berakurasi tinggi.
Jadi, tumpuklah berbagai memori dan simpan sampai suatu hari akan diceritakan lagi.
Leave a Reply